Mengenal Ragam Budaya Indonesia
Kamis, 12 Desember 2013
Tari Piring Sumatra
Tari Piring atau dalam bahasa Minangkabau disebut dengan Tari Piriang adalah salah satu seni tari tradisonal di Minangkabau yang berasal dari kota Solok, provinsi Sumatra Barat. Tarian ini dimainkan dengan menggunakan piring sebagai media utama. Piring-piring tersebut kemudian diayun dengan gerakan-gerakan cepat yang teratur, tanpa terlepas dari genggaman tangan
Pada awalnya, tari ini merupakan ritual ucapan rasa syukur masyarakat setempat kepada dewa-dewa setelah mendapatkan hasil panen yang melimpah ruah. Ritual dilakukan dengan membawa sesaji dalam bentuk makanan yang kemudian diletakkan di dalam piring sembari melangkah dengan gerakan yang dinamis
Setelah masuknya agama islam ke Minangkabau, tradisi tari piring tidak lagi digunakan sebagai ritual ucapan rasa syukur kepada dewa-dewa. Akan tetapi, tari tersebut digunakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat banyak yang ditampilkan pada acara-acara keramaian.
Gerakan tari piring pada umumnya adalah meletakkan dua buah piring di atas dua telapak tangan yang kemudian diayun dan diikuti oleh gerakan-gerakan tari yang cepat, dan diselingi dentingan piring atau dentingan dua cincin di jari penari terhadap piring yang dibawanya. Pada akhir tarian, biasanya piring-piring yang dibawakan oleh para penari dilemparkan ke lantai dan kemudian para penari akan menari di atas pecahan-pecahan piring tersebut.
Tarian ini diiringi oleh alat musik Telempong dan Saluang. Jumlah penari biasanya berjumlah ganjil yang terdiri dari tiga sampai tujuh orang. Kombinasi musik yang cepat dengan gerak penari yang begitu lincah membuat pesona Tari Piring begitu menakjubkan. Pakaian yang digunakan para penaripun haruslah pakaian yang cerah, dengan nuansa warna merah dan kuning keemasan.
Kamis, 21 November 2013

Bengkulu memiliki kerajinan tradisional batik besurek, yakni kain batik yang dihiasi huruf-huruf Arab gundul dan diakui oleh pemerintah Republik Indonesia sebagi salah satu bagian warisan budaya Republik Indonesia serta turut memperkaya khazanah budaya di Indonesia. Kebudayaan Bengkulu memiliki beberapa ciri berbeda karena dipengaruhi oleh suku-suku berbeda yakni kebudayaan Bengkulu Selatan/suku Serawai, kebudayaan Rejang dan kebudayaan pesisir. Budaya tabot merupakan satu kultur unik yang memadukan tradisi lokal dengan Islam Syiah secara kultural.
Tari-tarian tradisional dari Bengkulu antara lain:
- Tari Tombak Kerbau
- Tari Putri Gading Cempaka
- Tari Pukek
- Tari Andun
- Tari Kejei
- Tari Penyambutan
- Tari Bidadari Meminang Anak
- Tari Topeng
- Geritan, yaitu cerita sambil berlagu.
- Serambeak, yang berupa patatah-petitih.
- Andi-andi, yaitu seni sastra yang berupa nasihat.
- Sambei, yaitu seni vokal khas suku Rejang,biasanya untuk pesta perkawinan
Benteng Marlborugh
Benteng Marlborough (Fort Marlborough) adalah peninggalan sejarah
yang ada di kota Bengkulu. Benteng terletak di pusat kota di daerah yang
disebut Kampung. Namanya memang Kampung, tetapi lokasinya dekat rumah
dinas Gubernur yang megah dan beberapa lokasi yang terkenal dengan
pertokoan dan wisata kuliner serta wisata pantai Tapak Paderi. Di toko
perhiasan di depan benteng inilah kupotongkan cincinku.
Marlborough adalah sebutan dan nama resminya, tetapi masyarakat setempat menyebutnya Malabro, (kabarnya Malioboro berasal dari kata Marlborough juga, benarkah?). Nama benteng ini menggunakan nama seorang bangsawan dan pahlawan Inggris, yaitu John Churchil, Duke of Marlborough I.
Benteng dibangun oleh usaha dagang dari Inggris, East Indian Company awal abad 18 (1713 – 1719). Gubernurnya pada waktu itu bernama Joseph Callet. Bangunan benteng menyerupai kura-kura ini berdiri di atas lahan seluas sekitar 44.100 meter persegi dan menghadap ke arah selatan.
Pemerintahan kolonial Inggris menguasai Propinsi Bengkulu selama lebih kurang 140 tahun (1685 – 1825). Sehingga benteng ini pun masih memiliki bentuk yang sesuai dengan desain asli bangunan abad ke-17. Bentuk benteng ini mirip dengan gambaran benteng di film-film barat yang dikelilingi parit dan ada jembatannya, terletak di pinggir laut.
.
Pada awalnya benteng ini untuk kepentingan militer, tetapi kemudian berfungsi juga untuk perdagangan dan pengawasan jalur perdagangan yang melewati Selat Sunda.


Pada masa pemerintahan Thomas Stamford Raffles pada 1818 – 1824 Bengkulu menjadi terkenal. (Bunga bangkai, Rafflesia arnoldi, mengambil nama dari Raffless yang sekarang menjadi lambang propinsi Bengkulu). Pada 1825 Inggris yang menguasai Bengkulu melakukan tukar menukar dengan Belanda yang menguasai Malaysia dan Singapura. Belanda selanjutnya menempati benteng Malborough sampai perang dunia II yang pada akhirnya semua wilayah Sumatera diduduki tentara Jepang sampai Jepang menyerah kalah pada 1945. Setelah kemerdekaan RI tahun 1945 benteng tersebut digunakan oleh TNI dan polisi sampai tahun 1970. Setelah kemerdekaan RI Bengkulu merupakan salah satu Keresidenan di Provinsi Sumatera Selatan, baru pada tahun 1968 Bengkulu terwujud menjadi Provinsi yang berdiri sendiri dan lepas dari Provinsi Sumatera Selatan.

Benteng inipun pernah dipakai sebagai tempat penahanan Bung Karno.
Di sini juga dipakai sebagai tempat tinggal petinggi militer Inggris, sehingga mirip kota kecil, terlihat dari catatan yang tertinggal yang masih tersimpan terkait dengan perkawinan, pembaptisan dan kematian.

Marlborough adalah sebutan dan nama resminya, tetapi masyarakat setempat menyebutnya Malabro, (kabarnya Malioboro berasal dari kata Marlborough juga, benarkah?). Nama benteng ini menggunakan nama seorang bangsawan dan pahlawan Inggris, yaitu John Churchil, Duke of Marlborough I.
Benteng dibangun oleh usaha dagang dari Inggris, East Indian Company awal abad 18 (1713 – 1719). Gubernurnya pada waktu itu bernama Joseph Callet. Bangunan benteng menyerupai kura-kura ini berdiri di atas lahan seluas sekitar 44.100 meter persegi dan menghadap ke arah selatan.
Pemerintahan kolonial Inggris menguasai Propinsi Bengkulu selama lebih kurang 140 tahun (1685 – 1825). Sehingga benteng ini pun masih memiliki bentuk yang sesuai dengan desain asli bangunan abad ke-17. Bentuk benteng ini mirip dengan gambaran benteng di film-film barat yang dikelilingi parit dan ada jembatannya, terletak di pinggir laut.

Pada awalnya benteng ini untuk kepentingan militer, tetapi kemudian berfungsi juga untuk perdagangan dan pengawasan jalur perdagangan yang melewati Selat Sunda.


Pada masa pemerintahan Thomas Stamford Raffles pada 1818 – 1824 Bengkulu menjadi terkenal. (Bunga bangkai, Rafflesia arnoldi, mengambil nama dari Raffless yang sekarang menjadi lambang propinsi Bengkulu). Pada 1825 Inggris yang menguasai Bengkulu melakukan tukar menukar dengan Belanda yang menguasai Malaysia dan Singapura. Belanda selanjutnya menempati benteng Malborough sampai perang dunia II yang pada akhirnya semua wilayah Sumatera diduduki tentara Jepang sampai Jepang menyerah kalah pada 1945. Setelah kemerdekaan RI tahun 1945 benteng tersebut digunakan oleh TNI dan polisi sampai tahun 1970. Setelah kemerdekaan RI Bengkulu merupakan salah satu Keresidenan di Provinsi Sumatera Selatan, baru pada tahun 1968 Bengkulu terwujud menjadi Provinsi yang berdiri sendiri dan lepas dari Provinsi Sumatera Selatan.

Benteng inipun pernah dipakai sebagai tempat penahanan Bung Karno.
Di sini juga dipakai sebagai tempat tinggal petinggi militer Inggris, sehingga mirip kota kecil, terlihat dari catatan yang tertinggal yang masih tersimpan terkait dengan perkawinan, pembaptisan dan kematian.

Langganan:
Komentar (Atom)